Jumat, 24 Agustus 2007

Modal Usaha

Berharap Dapat Bantuan Modal untuk Kembangkan Usaha



MEMULAI usaha memang gampang-gampang susah. Dibilang gampang karena sudah ada ide, gagasan, kemauan, niat serta skill untuk mengerjakannya. Namun susahnya, harus mencari dan mengumpulkan uang sebagai modal.



"Ide, gagasan selalu berkembang, tetapi untuk mewujudkannya terkadang susah karena terbentur masalah modal," ungkap Moh Wakhid sambil mengutak-atik sebuah "sepeda motor" pesanan dari Bandung.



Dia juga mengalami hal itu. Lima tahun lalu, ketika memulai usaha, dia mengumpulkan modal dari menyisihkan gaji PNS yang tidak seberapa serta hasil penjualan produksinya. Kekuatan niatlah yang membuatnya bertahan sampai sekarang. Beruntung, dia sudah punya banyak pelanggan. Sebagian hasil penjualan dia gunakan sebagai modal.



Pernah dia mengajukan permohonan bantuan modal ke Disperindagkop. Namun dia hanya menerima jawaban tidak ada dana sehingga pulang dengan tangan kosong.



Pernah terlintas pikiran meminjam uang di bank, tetapi khawatir bunganya tinggi sehingga malah tidak bisa bekerja dengan tenang. "Saya dengar, beberapa perusahaan negara seperti PLN, Pertamina, dan Telkom punya program memberi bantuan kemitraan. Namun saya tidak tahu pasti," tutur laki-laki yang sejak kecil memang suka pada ilmu pasti tersebut.



Modal yang hanya dari gaji bulanan itu, membuat dia kewalahan memenuhi pesanan. Apalagi selama ini semua proses produksi dia kerjakan sendiri, tak ada tenaga yang membantu. Selain susah mencari tenaga terampil, dia juga belum berani membayar ''pembantu''.



Puluhan Model



Sejak menekuni usaha itu, Wakhid sudah membuat puluhan model mulai dari sepeda banci, jengki, perempuan sampai laki-laki. Perlu waktu 1-1,5 bulan untuk menyelesaikan sebuah ''sepeda motor''. Prosesnya, mulai dari desain sampai siap jalan.



"Sebenarnya model bergantung pada pemesan. Namun terkadang, ada yang minta sepeda laki-laki klasik atau jengki. Semuanya saya modifikasi agar terlihat bagus dan nyaman saat dikendarai,'' jelas pemilik nomor telepon 081578869987 itu.



Setiap hari dia mengerjakan satu per satu pesanan. Saat ini ada lima hasil karya yang sudah siap pakai dan menunggu pemesan. Dua model klasik dan tiga jengki. Warnanya pun bervariasi, hitam, biru, dan hijau metalik. Soal pengecatan, dia lakukan secara hati-hati agar hasilnya benar-benar memuaskan pemesan.



"Kebanyakan pelanggan dan orang baru meminta model klasik, jengki maupun laki-laki. Harganya terjangkau kok, paling mahal Rp 2,5 juta - Rp 2,75 juta, bergantung pada model dan bahannya," imbuh Wakhid yang bercita-cita mematenkan hasil karyanya.Selain membuat "sepeda motor", dia juga melayani pemesan yang ingin sepeda onthel biasa. Sebagian besar pelanggan, menginginkan model klasik, seperti sepeda zaman penjajahan. Dia berharap, kelak bisa mengembangkan usaha dengan bantuan modal dari pemerintah ataupun pihak lain yang peduli dengan usaha kecil. Dia bercita-cita merangkul pemuda, lulusan sekolah menengah kejuruan yang masih menganggur sebagai pekerja.

hand made

Asli Hand Made, Tembus Australia dan Belanda


KREATIVITAS anak bangsa ini ternyata tak perlu diragukan. Di tengah derasnya arus teknologi asing yang masuk menyerbu Indonesia, masih ada yang berusaha membendung. Ya, lihat saja Moh Wakhid, penduduk Kauman, Wijirejo, Pandak, Bantul.


Tak muluk-muluk yang dilakukannya. Dia hanya berusaha mempertahankan tradisi bersepeda. Namun bukan sembarang sepeda karena dia membuat sepeda onthel dipadu dengan mesin pemotong rumput atau blower. Jadilah ''sepeda motor'' bermesin 35 cc.


''Semua ini hasil modifikasi dari berbagai literatur, paduan sepeda kayuh dan mesin bubut atau blower. Hasilnya, sepeda yang dapat dikayuh sekaligus ada mesin untuk menjalankannya kalau jalanan naik atau pengendara lelah menggerakkan kaki,'' papar Wachid yang sudah lima tahun berkarya.


Semula, laki-laki PNS di lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu membuka usaha bengkel motor. Namun lambat laun dia mempunyai gagasan meneruskan usaha bapaknya yang dahulu terkenal sebagai pembuat sepeda onthel. Setelah membuka berbagai literatur, dia mencoba memadukan sepeda dengan mesin pemotong rumput atau blower.


''Dengan tambahan mesin, pemakai lebih nyaman mengendarai sepeda apalagi kalau pas membawa beban, jalan naik, dan capai. Harganya juga terjangkau, bahan bakar irit sehingga petani di pedesaan juga bisa menggunakannya,'' ujarnya.


Ekspor


Usaha tersebut dimulainya tahun 2000 lalu, dua tahun setelah krisis. Dia melihat dan merasakan betapa berat mengeluarkan biaya untuk transportasi terutama bagi masyarakat pedesaan seperti dia dan tetangganya.


Berawal dari situlah, selain ingin meneruskan kepiawaian sang ayah, dia mencoba membuat ''sepeda motor''. Setelah jadi ternyata tetangga kiri-kanan tertarik dan memesan agar dibuatkan. Satu per satu orang-orang di dekatnya mulai mengendarai hasil karya pegawai laboratorium matematika itu.


Tak dinyana, ternyata kendaraan buatannya cepat terkenal. Dia menduga karena cerita dari mulut ke mulut akhirnya banyak pesanan. Tidak hanya dari Yogyakarta tapi juga luar kota, luar pulau bahkan luar negeri. Dia menyebut pelanggannya ada dari Lampung, Bengkulu, Kalimantan, dan berbagai daerah lain.


''Bahkan ada pelanggan dari Australia meminta kiriman rutin dua sepeda setiap bulan. Belanda juga minta kiriman namun masih tergantung permintaan dari sana,'' imbuh dia.
Pelanggan dari Australia dan Belanda tertarik dengan sepeda buatan Wakhid karena modelnya variatif. Sebagian besar memang bernuansa klasik dengan sentuhan di beberapa bagian jadilah sebuah alat transportasi unik dan menawan.



Dia memperlihatkan sejumlah sepeda yang sudah jadi. Ada sepeda laki-laki model klasik dimodifikasi bagian porok sehingga mentul-mentul begitu pula sadelnya.
Moh Wakhid; PNS Pembuat Sepeda Bermesin

Manfaatkan Bekas Penyemprot Pestisida, Kini Ekspor ke AustraliaDi tangan Moh. Wakhid, 40, segala macam sepeda bekas dapat disulap menjadi sepeda bermesin yang bernilai jual tinggi. Dengan bakat yang dimilikinya, ia mampu membuat sepeda mesin dengan harga mencapai Rp 3 juta. Bahkan, produksinya kini sudah ekspor ke Australia.

Jika melewati jalan lintas Srandakan, tepatnya di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul, akan terlihat bengkel dengan papan reklame berukuran 30 cm x 50 cm bertuliskan "FAIS Sepeda Mesin". Papan itu memang tidak terlihat jelas karena dipasang di batang pohon mangga yang rindang, sehingga tertutup ranting dan daun. Sekilas hanya seperti bengkel biasa dengan tempat yang sempit berukuran 3 x 4 m dan hanya beratapkan seng. Tetapi, siapa sangka di bengkel itu sang pemilik membuat sepeda bermesin yang bisa dikirim ke negeri Kanguru.

Sang pemilik bengkel yang biasa dipanggil Pak Wakhid ini menuturkan, tujuh tahun lalu dia hanya iseng-iseng membuat sepeda bermesin untuk kakaknya yang bekerja di Kota Jogja. Sampai pada suatu hari ada orang yang mengikuti kakaknya sampai rumah dan berniat ingin membeli sepeda itu. Kebetulan, orang tersebut adalah pedagang asal Solo yang biasa menjual barang-barang sampai luar negeri.

Melalui pedagang itu, dia mulai mendapat pesanan dari Australia. Kini, suami dari Juhainah, 38, ini bisa mengirim dua unit sepeda setiap bulannya ke Australia. Untuk dalam negeri, ia mendapat pesanan sekitar tiga unit sepeda antara lain ke Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Bekasi, dan Bogor.

Pria kelahiran 20 juli 1967 ini memang telah akrab dengan dunia otomotif, karena bapaknya memiliki bengkel sepeda. "Sejak SMP saya sudah senang mengotak-atik sepeda dan motor," kenangnya. Seiring waktu dan lulus SMA, dia mendaftar pegawai negeri dan diterima. Namun, karena kecintaanya terhadap dunia otomotif, ia masih membuka bengkel motor di rumahnya. Di

sela-sela kesibukannya sebagai petugas Lab FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan kegiatan kemasyarakatan, dia tetap berkreasi mengembangkan ide, sehingga tahun 2000 berhasil membuat sepeda bermesin. Lambat laun permintaan sepeda mesin meningkat sehingga saat ini sudah tidak membuka bengkel lagi.

Dari tangan terampil lulusan SMA 2 Bantul ini, dapat dihasilkan berbagai model sepeda bermesin. Sebagian besar model yang dibuat sesuai keinginan pemesan. Secara garis besar ada dua model yaitu model jengki dan model unta dengan berbagai modifikasi seperti shock, rem pijak, dan tangki bensin.

Mengingat tidak ada bengkel khusus sepeda bermesin, maka dia mangantisipasi dengan pemasangan mesin hanya menggunakan tiga buah baut. Sehingga, apabila mesin rusak, dapat dengan mudah dicopot dan dikirim untuk diperbaikinya.

Harga sepeda mesin yang mampu melaju maksimal 50 km/jam dengan bahan bakar bensin dan oli samping ini bervariasi antara Rp 2,25 juta hingga Rp 3 juta, tergantung model yang dipesan. Untuk model tanpa modifikasi, harganya Rp 2,25 juta, sedangkan model yang dimodifikasi dengan ditambah shock dan rem pijak harganya Rp 3 juta.

Sepeda mesin yang dihasilkan itu terbuat dari sepeda bekas dan mesin bekas penyemprot pestisida. Dia tidak kesulitan dalam memperoleh kedua bahan baku itu, karena sudah memiliki penyuplai bahan baku tetap. Kesulitan yang dihadapi adalah modal yang masih terbatas. Ia pun bercita-cita ingin mempunyai pabrik sepeda mesin, sehingga menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja.